Dinamisnews.com : Jambi
Ratusan perwakilan Suku Anak Dalam 113 dan Petani berencana akan menggelar aksi jalan kaki dari jambi ke Jakarta pada Hari Kamis, Tanggal 10 Februari 2022. Dari Kantor Gubernur Jambi SAD dan Petani akan naik Bus (angkutan umum) sampai Pelabuhan Bakauheni Lampung, kemudian melanjutkan perjalanan dengan Aksi Jalan Kaki dari Merak ke Istana Negara.
Ratusan Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani ini mewakili masyarakat yang sedang tercekik konflik agraria di Negeri ini, seperti: Masyarakat Adat Suku Anak Anak Dalam 113 yang berkonflik dengan PT. Berkat Sawit Utama, Masyarakat Dusun Kunangan Jaya II (Batanghari), Masyarakat Dusun Mekar Jaya dan Masyarakat Dusun Sungai Butang (Sarolangun) yang berkonflik dengan PT. Agronusa Alam Sejahtera/PT. Wanakasita Nusantara dan PT. Restorasi Ekosistem Inodonesia (REKI), Masyarakat Desa Muntialo Tanjung Jabung Barat yang berkonflik dengan PT. Wirakarya Sakti (Sinar Mas Group), Masyarakat Desa Muara Bahar (Bayung Lencir) Sumatera Selatan yang berkonflik dengan PT. Rimba Hutani Mas (Sinar Mas Group), Suku Anak Dalam Desa Muara Medak (Bayung Lencir) Sumatera Selatan yang berkonflik dengan PT. Bahari Gembira Ria (BGR).
Sudah berbagai jalan perjuangan dilakukan oleh SAD 113 dan Petani untuk mengusahakan penyelesaian konflik mereka, banyak sudah surat-surat dan berita acara kesepakatan dilakukan akan tetapi sampai hari ini belum ada penyelesain yang kongkrit dan final dilakukan oleh pemerintah.
Kutar (Ketua Adat Suku Anak Dalam Batin Bahar) mengatakan sudah berbagai cara mediasi telah ditempuh SAD dan Petani dengan mengetuk pintu-pintu Pemerintah, namun belum ada juga penyelesainnya. Malah sebaliknya, ketika kami menekan pemerintah dengan aksi jalan kaki, aksi pendudukan, pemerintah malah menganggap kami sebagai pengganggu ketertiban umum, kami tidak sabaranlah, kadang kami diintervensi dan diintimidasi, janganlah kalian aksi-aksi, dll. Padahal jelas, hampir semua konflik agraria dan kehutanan, pemerintah dan perusahaan-lah yang mengganggu ketentraman kami rakyat biaso ini.
Mahyudin selaku pendamping menyatakan: Konflik agraria yang melilit SAD dan petani ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan ada yang sudah puluhan tahun, tetapi tak kunjung selesai, Sampai saat ini, belum ada niat baik dari pemerintah untuk mengakui tanah rakyat. Inilah yang menjadi alasan kenapa Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani memilih Aksi Jalan Kaki dari Jambi ke Istana Negara di Jakarta. Suku Anak Dalam 113 dan Petani ini menagih janji-janji penyelesaian oleh Kementrian ATR/BPN RI dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Harapan SAD dan Petani Presiden Joko Widodo bisa menuntaskan persoalan konflik agraria yang mereka alami selama ini, dengan mengedepankan kepentingan rakyat, agar rakyat memiliki kepastian hukum dan juga keadilan.
Dalam aksi ini Suku Anak Dalam dan Petani menuntu:
1. Menagih janji Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera menyelesaikan konflik-konflik pertanahan dan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Meminta kepada bapak Presiden RI dan Kementerian ATR/BPN agar segera mengembalikan lahan 3.550 ha milik SAD dengan menerbitkan Sertifikat Komunal berdasarakan surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1373/020/III/2016 tanggal 29 Maret 2016, hasil rapat dengan Menteri ATR/BPN RI tanggal 15 Juli 2020 dan berita acara rapat tanggal 07 Agustus 2020 dengan Kementerian ATR/BPN RI.
3. Meminta kepada bapak Presiden RI/Menteri ATR-BPN RI bertemu/beraudensi dengan perwakilan SAD 113 dan Petani terkait percepatan pengalokasian luasan dan letak lahan yang akan diserahkan kepada masyarakat kelompok SAD 113 sebagai penyelesaian konflik antara SAD 113 dengan PT. Berkat Sawit Utama (BSU)/PT.BDU/PT.Asiatic Persada diareal 3.550 ha.
4. Terkait dengan Pencabutan Izin Pelapasan Kawasan Hutan PT. Bangun Desa Utama (BDU) yang sudah berubah menjadi PT.Berkat Sawit Utama (BSU) oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, maka kami meminta kepada Bapak Presiden RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI merekomendasikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk membatalkan perpanjangan izin HGU PT. Berkat Sawit Utama (BSU) yang sudah diterbitkan pada Tanggal 18 Oktober 2019 dan menata kembali Tanah Negara tersebut baik untuk kepentingan Negara maupun untuk kesejahteraan bagi masyarakat Suku Anak Dalam dan masyarakat miskin lainya.
5. Meminta kepada bapak Presiden RI dan Kementerian ATR/BPN untuk Mengembalikan areal seluas 375 ha milik Suku Anak Dalam (SAD) Muara Medak Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang telah digusur oleh PT. Bahari Gembira Ria (BGR).
6. Meminta Kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI untuk segera memfinalisasikan penyelesain konflik PT. Agronusa Alam Sejahtera/PT. Wanakasita Nusantara dengan masyarakat dusun Mekar Jaya, Dusun Kunangan Jaya II dan Dusun Sungai Butang dengan segera menerbitkan SK Adeddumdi Dusun Mekar Jaya seluas 3.783 Ha, Dusun Kunangan Jaya II seluas 4.193 ha dan Dusun Sungai Butang seluas 1.287 ha berdasarakan hasil rapat tanggal tanggal 4 April 2017, tanggal 18 Agustus 2018, tanggal 10 September 2019, tanggal 04 Februari 2020 dan tanggal 03 Juli 2020.
7. Meminta Kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI untuk segera memfinalisasikan penyelesain konflik PT. Restorasi Ekosistem Inodnesai (REKI) dengan masyarakat dusun Dusun Kunangan Jaya II dengan segera menerbitkan SK Adeddumdi Dusun Kunangan Jaya II seluas ± 3000 ha yang berada didalam izin konsesi PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).
8. Meminta Kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI memfasilitasi dan memberikan akses legal kepada KOPTANHUT Buluh Lestari Desa Muntialo Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang berkonflik dengan PT. Wirakarya Sakti (WKS) sejak Tahun 2001, dimana manajemen PT. WKS tidak melaksanakan Surat Perjanjian Kerjasama yang sudah ditandatangani bersama pengurus KOPTANHUT Buluh Lestari pada Tanggal 31 Maret Tahun 2001.
9. Meminta kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI untuk segera menerbitkan SK Adeddum areal Desa Muara Bahar Sumatera Selatan (Pemukiman, Fasum, Fasos, Perkebunan Warga, dll) seluas 3.882,2 ha dari izin konsesi PT. Rimba Hutani Mas (RHM) berdasarkan hasil rapat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tanggal 15 September 2020.
– bob