Dinamisnews.com : Jambi
Baru baru ini PT Mandiangin Bara Prima ( PT MBP) yang beroperasi di Desa Gurun tuo menjadi sorotan GK-SAJAM soal pengangkutan batu bara melalui kapal ponton menyebrangi sungai Tembesi akan menimbulkan dampak pencemaran sungai Tembesi di karenakan saat pemindahan batu bara dari kapal ponton ke mobil angkutan Batu bara Banyak yang berceceran Cemplung ke dalam sungai.
Dari hal tersebut Gerakan Koalisi Sarolangun Jambi( GK-SAJAM) telah mengelar aksi damai di halaman kantor Dinas Lingkungan hidup Provinsi Jambi meminta agar hal tersebut dapat di tindak, GK-SAJAM menilai soal pencemaran lingkungan udara dan air adalah tugas dan tanggung jawab Dinas Lingkungan hidup.
Mendapat kritikan tersebut koordinator operasional PT MBP Aidil membuat statement di media online yang diterbitkan pada Kamis 2/3/22
Aidil mengakui jika tidak terlalu banyak Batu bara yang jatuh ke sungai, namun semua itu pihak nya akan antisipasi dan meminimalisir hal tersebut.
“Rasanya kalau untuk tambang batu bara tidak terlalu lah mencemari lingkungan, persoalan nya Batu bara tersebut tidak mengandung zat kimia seperti Tambang Mas, yang mengandung kimia seperti air raksa, yang bisa mencemari lingkungan dan sungai, kalau di bandingkan antara tambang Mas dengan tambang batu bara, tentulah lebih berbahaya tambang Mas, Apa lagi Tambang Tersebut tidak memiliki izin, dan kami dari perusahaan PT. MBP kedepan akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mengikuti aturan yang ada dalam melakukan Penambangan.” Statement Aidil di langsir dari salah satu media online.
Dari statement Aidil tersebut isandar kordinator GK-SAJAM Iskandar sangat menyayangkan pihak perusahaan PT MBP yang membanding bandingkan dengan kegiatan PETI seolah Aidil turut mengkritik para penegak hukum yang dalam arti kata kalau mau menindak tindak lah kegiatan PETI, karena tidak memiliki izin.
Padahal menurut Iskandar kedua kegiatan tersebut memiliki dampak lingkungan yang sama-sama mencemari air sungai cuma bedanya klasifikasi yang mereka lakukan ada yang dengan cara mengeksplorasi cuma melewati menyebrangi sungai, dan tentunya kegiatan ini harus memiliki izin dari balai BWSS VI.
“Menggunakan izin ponton atau konvayor dalam proses penyebrangan produksi hasil tambang yang berada di seberang sana jadi disini kan jelas di kalau mereka meliki izin ponton kenapa sudah mendirikan tiang konvayor tersebut jadi di situ yang kami duga mereka belum memiliki izin menggunakan media apa dalam melewati sungai Tembesi dari pihak balai wilayah sungai Sumatra enam BWSS VI,, kata Iskandar
“Pihak perusahaan mengklaim Telah memiliki semua yang namanya izin dari IPLC maupun izin sthokfaile nya dan IUP pertambangan namun disini kenapa masih banyak terjadi penolakan dari warga dan konflik sama warga Sampai saat ini belum selesai yang artinya izin itu di nilai tidak di sosialisasi terhadap masyarakat sekitar yang memiliki wilayah retorial lokasi terdekat dari tambang itu sendiri.”
” Dari statement Aidil yang membandingkan PETI di hulu yang artinya mereka melihat lemahnya penegakan UU PPLH dari dinas lingkungan itu sendiri kenapa kan itu tidak luput dari orang serta mereka dalam menjaga dampak dari pencemaran air dari PETI maupun batubara pengendalian pengelolaan lingkungan hidup dan peranan DLH disitu
sebagai limbah B3 dan limbah non B3 yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, tetap memiliki kewajiban untuk dikelola hingga memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan.
Zat asam batu bara itu juga mengandung Vivien menggarisbawahi, material FABA yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran menjadi limbah non B3. Hal tersebut disebabkan karena pembakaran batubara di kegiatan dilakukan pada temperatur tinggi, sehingga kandungan unburnt carbon di dalam FABA menjadi minimum dan lebih harus pengendalian terhadap pencemaran. Pungkasnya
Bob.