Dinamisnews.com : Jambi
Persoalan Kebakaran Hutan dan Lahan yang terjadi pada saat ini, bukanlah kali pertama terjadi di negeri ini, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang merupakan salah satu kawasan lahan gambut terluas di kawasan Asia Tenggara. Namun yang menjadi persoalan adalah siapa yang harus bertanggung jawab terhadap setiap terjadinya bencana kebakaran hutan lahan, terutama pada saat memasuki musim kemarau. Sejumlah lembaga vertikal telah di bentuk sebagai salah satu upaya pencegahan, namun kebakaran tetap saja terjadi.
Sejak kewenangan kehutanan di kembalikan kepada Propinsi, tentunya pemerintah Kabupaten tidak memiliki kewenangan penuh, sehingga masalah kebakaran hutan dan lahan hanya sebatas koordinasi. Apalagi terkait persoalan gambut yang saat ini telah menjadi perhatian dari pihak internasional, dimana gambut mampu menghasilkan karbon dalam menekan emisi rumah kaca serta mengantisipasi terjadinya pemanasan global.
Oleh seba itu penangan persoalan gambut saat ini dibawah kewenangan Badan Restorasi Gambut sebagai Produk Kemententerian Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia yang penempatannya langsung ke daerah-daerah yang memiliki kawasan gambut, sementara di Propinsi Jambi telah di bentuk pula sebuah lembaga yaitu Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) yang SK nya di terbitkan oleh gubernur Jambi yang saat itu di jabat oleh Zumi Zola. Pertanyaannya adalah kemana lembaga-lembaga yang telah di bentuk pada saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Sejumlah kegiatan telah di kemas dengan melaksanakan program-program yang tujuannya adalah bagaimana mencegah dan mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan, mulai dari pemuatan Skat Kanal sampai pada pembuatan sumur hydran di sejumlah titik dengan jumlah yang sangat fantastis. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kebakaran hutan dan lahan masih saja terjadi.
Kita tidak perlu menyalahkan siapa yang harus bertanggung jawab, namun kedepannya perlu ada upanya pencegahan diri. Kita harus mengapresiasi pihak-pihak yang telah berjibaku tanpa mengenal lelah yang tujuannya adalah memadamkan titik-titik api yang ada.
Dalam kesempatan ini izinkanlah saya untuk menawarkan solusi tentang bagaimana mencegah dan mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan ketika menghadapi musim kemarau. Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang memiliki luas lahan gambut mencapai 266.000 hektar (37,2%) merupakan kawasan gambut terluas di Propinsi Jambi. Dengan adanya luasan teesebut, tentunya sudah ada pemetaan terhadap titik-titik yang rawan terhadap kebakaran.
Saya bukanlah profesor atau Doktor dari berbagai disiplin ilmu, namun saya menyarankan, bahwa pertama, apakah BRG ataupun TRGD telah memiliki peta titik rawan kebakaran, lalu sudah sejauh mana koordinasi BRG dan TRGD dengan Pemerintah Daerah, TNI -POLRI, BNPBD, Manggala Agni, Damkar serta relawan. Apakah program pembuatan Skat Kanal dan Sumur Hydran yang ada telah melakukan kegiatan pembasahan lahan gambut secara rutin, terutama memasuki musim kemarau ataupun paska menghadapi musim kemarau. Namun apabila itu tidak di lakukan, berarti program Skat Kanal dan Sumur Hydran tidak memiliki azaz manfaat, sementara kebakaran tetap saja terjadi dan bahkan makin meluas.
Kedua adalah, pihak BRG harus membuat kajian serta analisa tentang bagaimana mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut, terutama memasuki musim kemarau. Saya menyarankan alangkah baiknya di masing-masing titik untuk di usulkan pembuatan embung sebagai salah satu upaya mempertahankan debit air yang ada pada saat menghadapi musim kemarau atau pun pada saat terjadinya kebakaran, sehingga hydran yang ada bisa di conecting kan pada embung yang sudah ada.
Ketiga adalah BRG harus tegas kepada Pemerintah Daerah untuk tidak lagi memberikan izin kepada perusahaan perkebunan yang telah terbakar, sehingga BRG memiliki komitmen dalam menyelamatkan lahan gambut tersebut.
Dampak dari kebakaran hutan dan lahan tersebut, tentunya merupakan kejahatan terhadap pingkungan serta mengganggu kesehatan dan jarak pandang terutama ancaman terhadap ISPA dan saluran Pernafasan akibat Asap dan debu hasil pembakaran tertiup oleh angin merupakan bentuk pelanggaran. Oleh sebab itu saya minta kepada Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, karena di nilai telah gagal dalam mengelola lingkungan hidup, sehingga beberapa hari ini sekolah harus di liburkan.
Semoga melalui postingan ini diharapkan dapat memberikanpelajaran bagi kita semua, bahwa negara tidak mampu memberikan rasa nyaman dalam menghirup udara segar.
( Muchtar )